Minggu, 19 Oktober 2014

Mengkaji Fenomena Pencemaran Sungai oleh Pabrik Gula Djombang Baru di Kabupaten Jombang dengan Tinjauan Prespektif Empiris dan Normatif



TUGAS UAS HUKUM LINGKUNGAN


PENDAHULUAN


 Lingkungan merupakan tempat hidup bagi setiap makhluk hidup, dan sangat tergantung dengan lingkungannya. Oleh karena itu makhluk hidup harus menjaga lingkungan hidup mereka terutama manusia yang telah diberi akal pikiran. Lingkungan hidup yang baik adalah lingkungan hidup yang tidak tercemar , baik pencemaran udara , air dan tanah. Lingkungan hidup yang baik memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia baik dari segi kesehatan ,perekonomian. Pencemaran lingkungan dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan mempengaruhi perekonomian masyarakat. Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi,badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi. Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air. Di Jombang terdapat pabrik gula ( PG DJombang Baru ) yang telah menyebabkan pencemaran lingkungan baik di air maupun udara, terutama pencemaran air yang dapat menyababkan gangguan kesehatan dan perekonomian masyarakat.
PG Djombang Baru mempunyai potensi besar menimbulkan pencemaran lingkungan di daerah Jombang, salah satu potensi pencemaran yang dapat di timbulkan adalah pencemaran air oleh limbah cair yang di hasilkan pada proses produksi gula yang apabila tidak dikendalikan dan dilakukan penanganan secara serius akan berakibat buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar, Salah satu usaha yang dilakukan oleh PG DJombang Baru dalam menanggulangi masalah limbah cair adalah dengan melakukan proses pengolahan limbah cair secara aerobic sebelum di alirkan ke sungai.
Pada saat belum ada pabrik gula Jombang kata orang tua saya , air sungai di sekitar pabrik gula Jombang sangat bersih dan jernih. Tidak jarang melihat anak kecil berenang di sungai itu karena masih belum terkena pembuangan limbah. Tidak jarang juga tiap sore melihat orang memancing di sungai tersebut karena terkenal ikannya yang banyak. Tapi ketika pabrik gula gula membuang limbahnya ke aliaran sungai. Pemandangan yang saya jelaskan diatas saat ini jarang terlihat. Pembuangan limbah bekas penggilingan hasil perkebunan tebu masyarakat di Jombang ke aliran sungai utama masyarakat Jombang terutama sekitar pabrik gula Jombang menyebabkan pencemaran lingkungan. Dalam kasus ini ,pencemaran air disebabkan karena pembuangan limbah ke aliran sungai menyebabkan sungai menjadi tidak bersih , sungai menjadi keruh sehingga menyebabkan ikan mati dan bahkan menimbulkan bau yang tidak sedap pada pagi dan malam hari. Pencemaran udara terjadi karena asap yang keluar dari cerobong asap pabrik gula baru yang banyak mengandung unsur karbondioksia , semakin banyak karbondioksida dapat menyebabkan pemanasan global.

Pencemaran air oleh pabrik Gula Jombang berdampak pada perekonomian. Pertama ,disana ada seorang warga yang mata pencahariannya mencari ikan di sungai yang tercemar ini. Hampir setiap hari orang itu mencari ikan di sungai itu , jika sungai tercemar menyebabkan ikan mati maka orang tersebut akan susah untuk mendapatkan uang untuk mencukupi hidupnya. Kedua di desa sekitar sungai , para petani mendapatkan air untuk mengairi sawahnya itu berasal dari sungai. Ketika sungai tercemar terpaksa petani harus memakai air yang tercemar juga. Jika air yang digunakan tercemar , mengandung zat kimia maka akan berdampak pula bagi tanaman yang terkena zat kimia tersebut. Akibat zat tersebut bisa mempengaruhi kulitas produksi petani dan juga kuantitas produksi hasil tani , karena keluarga saya sebagai pemilik sawah melihat perununan produksi setelah adanya pencemaran air tersebut. Masalah ketiga adalah kesehatan, semua warga di desa sekitar sungai menggunakan air sumur bukan air PDAM , banyak terdapat warga yang tinggal di sekitar sungai yang tercemar. Pernah terjadi air sumur warga tercemar limbah tersebut , sehingga kegiatan warga seperti masak , mencuci, mandi tidak bisa dilakukan karena pertimbangan kesehatan mereka. Terpaksa mereka sementara menggunakan air sumur warga lainnya. Terakhir masalah kenyamanan hidup , air limbah ini menyebabkan bau yang tidak enak apalagi pada waktu pagi hari dan menjelang tidur , warga korban pencemaran merasa tidak nyaman sekali dengan bau yang disebabkan ini.
Sejatinya, pencemaran air merupakan tanggung jawab bersama. Meskipun demikian, ketegasan dan kejelasan peraturan juga dibutuhkan agar komitmen untuk menjaga kelestarian air sungai menjadi milik dan wewenang bersama.
INDIKATOR PENCEMARAN SUNGAI

Bila kita perhatikan, kondisi air yang tercemar akan berubah dan mempunyai beberapa ciri khusus yang membedakan dengan air bersih. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (PP.No.82 tahun 2001). Sedangkan Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003).

Beberapa literatur menuliskan ciri air tercemar ini, diantaranya (Djajadiningrat, 1992), menyatakan bahwa badan air yang tercemar ditandai dengan warna gelap, berbau, menimbulkan gas, mengandung bahan organik tinggi, kadar oksigen terlarut rendah, matinya kehidupan di dalam air umumnya ikan dan air tidak lagi dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum Sedangkan menurut Wardana (1999), indikator atau tanda air telah tercemar adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui :


·         Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH yang lebih besar akan bersifat basa, Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air.

·         Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air
Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dari air limbah dapat larut dan terdegradasi maka bahan buangan dalam air limbah dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Bau timbul akibat aktifitas mikroba dalam air merombak bahan buangan organik terutama gugus protein, secara biodegradasi menjadi bahan mudah menguap dan berbau.

·         Perubahan Suhu Air.
Air Sungai suhunya naik mengganggu kehidupan hewan air dan organisme lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernafas, oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air, semakin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.

·         Timbulnya Endapan, Koloidal dan bahan terlarut
Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap didasar sungai dan dapat larut sebagian menjadi koloidal, endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari sedangkan sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis.

·         Mikroorganisme
Bahan buangan industri yang dibuang ke lingkungan perairan akan di degradasi oleh mikroorganisme, berarti mikroorganisme akan berkembang biak tidak menutup kemungkinan mikroorganisme pathogen juga ikut berkembang biak. Mikroorganisme pathogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit.




ANALISA DATA

Data yang saya cantumkan merupakan data yang saya peroleh dari Penelitian yang dilakukan oleh Team Peneliti dari Prodi Biologi dari Universitas Negeri Malang .Dari hasil pengamatan penelitian tentang profil kualitas limbah cair PG DJombang Baru sebelum dan sesudah masuk aliran sungai Desa Sambong Jombang dapat disimpulkan sebagai berikut :
Parameter Limbah Setelah Kolam Pengolahan Limbah Ujung Cerobong 
Suhu (derajad celcius ) : 58,3 27,6 50 47,75
Tingkat Kekeruhan : Sangat keruh
Bau Sangat tidak sedap  : Tidak sedap
pH : 4,8 6,8 6,1 6,175
COD (mg/l) : 73,36 79,33 80,40 76,79
BOD (mg/l)  : 1,52 1,14 0,42 0.72
Dikatakan bahwa sungai di desa Sambong Jombang masuk dalam kategori TERCEMAR. Hal tersebut ditunjukan oleh oleh suhu sungai yang sangat tinggi yakni bisa mencapai 58, 3 derajad celsius, tingkat kekeruhan yakni sangat keruh, mengeluarkan bau yang tidak sedap, dan juga memiliki pH yang tinggi serta Parameter kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa kimia dalam air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD), mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan diatas standarnya sehingga tidak dimungkinkan untuk beberapa mahkluk sungai untuk dapat hidup didalam ekosistem tersebut.


TINJAUAN HUKUM
Demokrasi bersifat deliberatif, jika proses pemberian alasan atas sesuatu kandidat kebijakan publik diuji lebih dahulu lewat konsultasi publik atau lewat – dalam kosa kata teoritis Habermas – “diskursus publik”. Tentu saja demokrasi deliberatifnya Habermas adalah hasil ketegangan kreatif (creative tention) yang panjang dalam sejarah pemikiran tentang hukum, negara dan demokrasi karya Hajer dan Wagenaar berisi kumpulan tulian tentang dimana praktik deliberative model dalam analisis kebijakan. Judith E.Innes dan David E.Booker  , dalam bab tentang “Collaborative policymaking : Governance through dialogue”, memaparkan The Scramento Water Forum , sebagai forum konstituen atau para pihak atau stakeholders , yang terdiri lebih dari selusin wakli publik yang merumuskan kebijakan publik di bidang air di kawasan California. Keputusan forum inilah yang kemudian diangkat pemerintah sebagai kebijakan publik. Jadi proses analisis kebijakan publik tidak dilakukan oleh para teknokrat melainkan para pihak yang terlibat langsung. Proses analisi kebijakan model “musyawarah” ini jauh berbeda dengan model-model teknokratik karena peran analisis kebijakan “hanya” sebagai fasilitator masyarakat agar masyarakat menemukan sendiri keputusan kebijakan atas dirinya sendiri. Model ini juga dikenal sebagai model kebijakan Argumentatif, yang merupakan model perumusan kebijakan dengan melibatkan argumentasi-argumentasi dari berbagai pihak.Dalam proses deliberatif oleh Habermas, menawarkan model demokrasi yang memungkinkan rakyat terlibat dalam proses pembuatan kebijakan-kebijakan publik yakni demokrasi deliberatif. Dimana esensi nya ialah, pertama menjamin masyarakat sipil terlibat penuh dalam pembuatan kebijakan melalui diskursus-diskursus. Kedua, masyarakat lebih komunikatif melalui jaringan-jaringan komunikasi publik masyarakat sipil. Ketiga, kekuasaan komunikatif masyarakat dimainkan melalui media, pers, LSM, Organisasi massa dan lembaga-lembaga lain yang seolah-olah dalam posisi mengepung sistem politik, sehingga negara dan perangkat kekuasaannya terpaksa responsif terhadap diskursus-diskursus masyarakat. Keempat, masyarakat bisa mengembangkan kekuasaan komunikatifnya karena dalam negara hukum demokratis kebebasannya untuk menyatakan pendapat terlindungi.Kelima, kekuasaan komunikatif masyarakat sipil tidak menguasai sistem politik, namun dapat mempengaruhi keputusan-keputusannya.

REKOMENDASI

Dalam kasus ini rekomendasi saya adalah pertama, peran pemerintah harus menjadi sebagai legislator “kehendak publik “ bukan sebagai decision maker. Maksudnya ialah pemerintah harus melibatkan pihak masyarakat dalam pembuatan kebijakan. Pemerintah harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebelum membuat kebijakan. Mengapa publik perlu dilibatkan ? karena tanpa publik , proses kebijakan akan kering dan sangat berbau teknokratis. Berdasar pengalaman kasus Poso , Palu , Halmahera menemukan fakta bahwa hanya kebijakan publik yang dihasilkan darikesepakatan pihak yang berkonflik yang relative merupakan kebijakan yang efektif untuk menyelesaikan masalah.

Kedua , pemerintah harus mempertimbangkan dahulu AMDAL wilayah Jombang sebelum memberikan perizinan agar tidak terjadi lagi kasus pencemaran yang bisa merugikan masyarakat. Pemerintah harus bisa mengerti dampak apa yang bisa timbul atas kebijakan yang diamblinya. Terutama dalam perizinan yang diberikan oleh pemerintah Jombang. Di sekitar DAM sungai terdapat papan PERDA Jombang yang berisi “Barang siapa yang membuang sampah ke sungai akan dikenakan denda sebesar satu juta rupiah atau kurungan penjara 3 bulan.” TERAPKAN !

Ketiga , Pemerintah dan pabrik gula harus menyelenggarakan CSR ( Corporate Social Responbility ) sebagai tanggungjawab atas pencemaran yang telah dilakukan. Selama ini CSR telah dilakukan tetapi tidak merata , CSR tersebut dalam bentuk pembagian gula pada kepala keluarga yang rumahnya dekat dengan pabrik gula setiap penggilingan gula.
Keempat , pemerintah harus tegas menjalankan perda yang ada mengenai pembuangan sampah sembaranagan ke daerah aliran sungai , hukum berlaku pada semua pihak , tidak ada yang kebal terhadap hukum jika pihak tersebut terbukti melakukan kesalahan.


Analisa Kasus dalam Hukum Perbankan

  1. A.    KASUS POSISI

Hubungan hukum Bank UOB Buana dan CV Delima Jaya dimulai ketika penandatanganan akta perjanjian kredit dan pemberian jaminan No. 41 pada 31 Oktober 2007. Akta itu kemudian diamandemen pada 19 September 2008 dan dibuat di bawah tangan. Untuk menjamin pelunasan utang, para termohon memberikan jaminan berupa empat sertifikat hak tanggungan, dua sertifikat jaminan fidusia dan jaminan pribadi atas nama Wiyanta.

Dalam perjalanannya, kredit CV Delima Jaya mulai macet pada 6 Januari 2009. UOB Buana lalu memberitahukan seluruh fasilitas kredit CV Delima Jaya berakhir pada 30 Juni 2009. CV Delima Jaya wajib melunasi utangnya 15 hari setelah 30 Juni 2009. Pengakhiran kredit sepihak itu ditentukan dalam perjanjian kredit, dimana UOB Buana berhak membatalkan tanpa syarat fasilitas kredit CV Delima Jaya bila pembayaran kredit tak lancar.

Hingga lewat jatuh tempo pada 15 Juli 2009, CV Delima Jaya tidak juga melunasi utangnya. Pada 22 Juli 2009, UOB Buana kembali mengirimkan surat permintaan pelunasan utang sebesar Rp41,871 miliar. Paling lambat harus dibayar pada 30 Juli 2009. Namun hingga permohonan pailit diajukan, CV Delima Jaya masih menunggak utang pada UOB Buana. Hingga 3 Agustus 2009, utang CV Delima Jaya diperhitungkan sebesar Rp42,349 miliar.

Selain itu, CV Delima Jaya berutang pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

  1. B.     ISU HUKUM

1        Bagaimana upaya penyelesaian kredit bermasalah dalam dunia perbankan di Indonesia?
2        Sarana hukum apa yang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan kredit bermasalah?
3        Apakah pemberian kredit oleh bank UOB Buana kepada CV Delima Jaya diatas dengan perjanjian dibawah tangan melanggar asas kehati-hatian?
  1. C.    DASAR HUKUM

-          Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata
-          Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993
-          Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan

  1. D.    ANALISA

  1. Untuk menyelesaikan kredit bermasalah itu dapat ditempuh dua cara yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor, sedangkan penyelesaian kredit lainnya adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum. Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa. Mengenai penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut:

  1. Melalui rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.
  2. Melalui reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.
  3. Melalui restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambaha kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau reconditioning
Sedangkan mengenai penyelesaian kredit bermasalah dapat dikatakan merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan setelah langkah-langkah penyelamatan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP yang berupa restrukturisasi tidak efektif lagi. Dikatakan sebagai langkah terakhir karena penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum memang memerlukan waktu yang relatif lama, dan bila melalui badan peradilan maka kepastian hukumnya baru ada setelah putusan pengadilan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.
Mengingat penyelesaian melalui badan peradilan itu membutuhkan waktu yang relatif lama, maka penyelesaian kredit bermasalah itu dapat pula melalui lembaga-lembaga lain yang kompeten dalam membantu menyelesaikan kredit bermasalah. Kehadiran lembaga-lembaga lain itu dimaksudkan dapat mewakili kepentingan kreditor dan debitor dalam menangani kredit macet.  
  1. Sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mempercepat penyelesaiaan masalah kredit macet perbankan yaitu :
Menurut pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata Kreditur pemegang Hipotik pertama (sekarang dikenal dengan Pemegang Hak Tanggungan sesuai dengan Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan) dapat diberi kuasa untuk menjual barang agunan dimuka umum untuk melunasi hutang pokok atau bunga yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana mestinya. Dengan demikian pelaksanaannya tidak memerlukan fiat/persetujuan Ketuan Pengadilan Negeri atau proses penyitaan serta tidak memerlukan adanya grosse akte. Namun pelaksanaan pasal dimaksud harus dilakukan dengan memperhatikan pasal 1211 KUH Perdata yaitu melalui Kantor Lelang Negara sekarang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Perlu diketahui bersama bahwa Undang-Undang Perbankan tidak cukup akomodatif untuk mengatur masalah kredit macet. Hal ini terbukti dari: a) UU Perbankan No.7 Tahun 1992 jo. UU No.10 Tahun 1998 tidak cukup banyak pasal yang mengatur tentang kredit macet; b) UU Perbankan No.7 Tahun 1992 jo. UU No.10 Tahun 1998 tidak mengatur jalan keluar dan langkah yang ditempuh perbankan menghadapi kredit macet; c) UU Perbankan No.7 Tahun 1992 jo. UU No.10 Tahun 1998 tidak menunjuk lembaga mana yang menangani kredit macet, dan sejauh mana keterlibatannya, dan 4) UU Perbankan No.7 Tahun 1992 jo. UU No.10 Tahun 1998  tidak memberikan tempat yang cukup baik kepada komisaris bank sebagai badan pengawas.
  1. Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998. Biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi biasanya dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta otentik












  1. E.     SIMPULAN

  1. Penanganan kredit bermasalah sebelum diselesaikan secara yudisial dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning), dan penataan kembali (restru cturing). Penanganan dapat melalui salah satu cara ataupun gabungan dari ketiga cara tersebut. Setelah ditempuh dengan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan penanganan, selanjutnya diselesaikan secara yudisial melalui jalur pengadilan, pengadilan Niaga, melalui PUPN, dan melalui Lembaga Paksa Badan

2        Sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mempercepat penyelesaiaan masalah kredit macet perbankan melalui pelaksanaan pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Pertama dapat diberi kuasa untuk menjual barang agunan dimuka umum untuk melunasi hutang pokok atau bunga yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana mestinya, dan dengan cara  pemegang grosse akte dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat selain itu perlu dibentuk undang undang khusus tentang penanggulangan kredit macet baik dari segi hukum substantif, pengawasan preventif ataupun segi prosedural atau segi represif lainnya.

3        Dalam kasus diatas pemberian kredit yang dilakukan Bank UOB Buana kepada CV Delima Jaya dapat dikatakan dalam jumlah yang sangat besar akan tetapi dibuat dalam perjanjian bawah tangan yang menurut pendapat saya hal tersebut bertentangan atau melanggar prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.




NB : Tugas UAS Hukum Perbankan jaman semester 3! 

GANTI RUGI DALAM PERBUATAN MELANGGAR HUKUM

Beberapa bentuk ganti rugi atau tanggung gugat dalam perbuatan melanggar hukum antara lain:
  1. Ganti rugi nominal
Ganti rugi akibat adanya perbuatan melawan hukum yang serius, seperti perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan, tetapi tidak menimbulkan kerugian yang nyata bagi korban. Sehingga diberikan sejumlah uang tertentu.
  1. Ganti rugi kompensasi
Ganti rugi berupa pembayaran kepada korban atas dan sebesar kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu perbuatan melawan hukum.
  1. Ganti rugi penghukuman
Ganti rugi dalam bentuk yang besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya.

Jenis jenis  tanggung gugat atas dasar Perbuatan Melanggar Hukum
  1. Pasal 1366 BW
Tanggung gugat yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum dikarenakan adanya kesalahan berupa kesengajaan disamping itu juga dalam hal ini. Bentuk kesalahan berupa kelalaian juga termasuk hal yang harus dipertanggung jawabkan apabila menimbulkan kerugian bagi orang lain.


  1. Pasal 1367 BW
Tanggung gugat yang dibebankan kepada seseorang bukan karena kesalahannya atau perbuatannya sendiri akan tetapi karena perbuatan orang orang yang ada dalam tanggungannya menyebabkan keugian bagi orang lain atau disebabkan oleh barang barang yang ada dalam pengawasannya. Orang tua dan wali bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh anak anak yang belum dewasa yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali.
Majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusannya mereka adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan atau bawahan mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang orang yang dipakainya.
Guru guru sekolah dan kepala kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang diterbitkan oleh murid dan tukang mereka selama orang orang tersebut berada dibawah pengawasannya.
Tanggung jawab akan berakhir jika mereka bisa membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab itu.
  1. Pasal 1368 BW
Tanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh binatang yang mana dia adalah pemilik binatang dan binatang tersebut berada dibawah pengawasannya.
  1. Pasal 1369 BW
Tanggung jawab atas kerugian yang disebabkan ambruknya gedung seluruhnya atau sebagian dikarenakan posisinya sebagai pemiliki gedung dan kelalaiannya dalam pemeliharaan gedung atas pembangunan maupun tatanannya.
  1. Pasal 1370 dan 1371 BW
Tanggung gugat karena adanya suatu pembunuhan sehingga si anak maupun istri berhak untuk menuntut ganti rugi yang dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak. Dalam hal terjadinya luka luka yang diterima korban juga berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas penyembuhannya.


  1. Pasal 1372 BW
Tanggung gugat karena adanya suatu penghinaan. Maka orang yang melakukan penghinaan berhak untuk melakukan pemulihan atas nama baik dan pemberian ganti rugi atas kehormatan.

Rangkuman Buku Pengantar Ilmu Hukum Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., LL.M.



·         Thomas Aquinas: Hanya Allah saja yang dapat mengatur alam semesta. Allah-lah yang menciptakan alam semesta dan segala sesuatu telah diarahkan sesuai dengan tujuannya. Dalam kaitannya mengenai tujuan yang hendak dicapai oleh manusia, ia membagi Hukum menjadi 4 macam:
o   Lex ᴂterna: merupakan suatu aturan menguasai alam semesta melalui kehendak Allah sesuai dengan kebijaksananNya. Semua makhluk berada dalam kerangka tujuan Lex ᴂterna ini dan manusia mempunyai suatu tujuan tertentu karena manusia mekhluk sosial.
o   Lex naturalis: merupakan yang khusus berkaitan dengan manusia, partisipasi makhluk rasional dalam Lex ᴂterna. Lex naturalis inilah yang yang mengarahkan aktivitas manusia melalui aturan-aturan dasar yang menetapkan apa yang baik yang harus dilakukan dan apa yang jahat yang harus dihindari. Thomas Aquinas mengemukakan empat kecenderungan manusia yang dianggap baik:
§  Kecenderungan naluriah manusia untuk memelihara kehidupan,
§  Adanya kecenderungan antara keinginan melakukan hubungan seksual dalam bingkai suami isteri dengan keinginan membesarkan dan mendidik anak,
§  Manusia memiliki kerinduan secara alamiah untuk mengatahui kebenaran tentang Allah,
§  Manusia ingin hidup dalam masyarakat sehingga wajar bagi manusia untuk selalu menghindari segala sesuatu yang merugikan dalam pergaulan hidup tersebut.
o   Lex divina: pelengkap lex naturalis, yaitu pedoman-pedoman dari Allah untuk mengarahkan  bagaimana seyogianya manusia bertindak.
o   Lex humana: merupkan aturan-aturan yang berasal dari pemerintah atau peraturan yang dibuat oleh manusia yang didasarkan atas lex naturalis, yang dibuat menggunakan kekuatan nalar.
Perbedaan pemikiran Hart dan Aquinas:
            Hart menyatakan bahwa keadaan optimum manusia bukanlah tujuan manusia karena ia menginginkannya, melaikan karena itu secara kodrati merupakan tujuan manusia. Akan tetapi tujuan hidup manusia menurut Thomas Aquinas, bukan hanya untuk mencapai kebahagiaan duniawi belaka, melainkan untuk mendapatkan kebahagiaan kekal sebagai tujuan bersifat supernatural.
Perkembangan pandangan tentang tujuan Hukum
·         Aristoteles: Aristoteles melihat bahwa secara alamiah, manusia adalah binatang politik (zoon politicon) atau makhluk bermasyarakat. Tujuan utama organisasi politik menurutunya adalah suatu Negara diasarkan atas Hukum sebagai satu-satunya sarana yang tepat dan dapat digunakan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Tetapi, akan terjadi kesulitan akibat penerapan Hukum yang kaku. Untuk mengatasi masalah itu, Aristoteles mengusulkan adanyan equity, yaitu “koreksi terhadap Hukum apabila Hukum itu kurang tepat karena bersifat umum”. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan Hukum menurut Aristoteles adalah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapai kehidupa yang kebih baik itu, diperlukanlah Hukum yang dapat dilakukan equity jika terjadi kekakuan. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak membutuhkan ketertiban, manusia membutuhkan keadilan alokasi kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat.
·         Thomas Aquinas: Thomas Aquinas menyatakan bahwa secara ideal, Hukum terpancar dari kekuasaan untuk memerintah guna kebaikan bersama. Ia lalu menyatakan bahwa Hukum adalah sesuatu yang hidup secara batiniah di dalam masyarakat. Tugas Hukum yang memadai tertuis dalam hati dan kehendak rakyat karena manusia merupakan makhluk rasional. Hukum menurutu Thomas Aquinas terutama berkaitan dengan kewajiban yang diletakkan oleh nalar.
·         John Locke: Menurut John Locke, setiap pribadi memiliki hak-hak alamiah yang diabwa sejak lahir, yaitu hak hidup hak atas kebebasan, dan hak milik. Kegunaan Negara menurut John Locke adalah untuk mempertahankan hak-hak alamiah tersebut. Kehidupan bernegara ini diatur oleh Hukum.
·         Jeremy Bentham: Jeremy bentham berpegang kepada pola piker empiris dalam mengembangkan pandangannya. Ajarannya disebut utilitarianisme. Menurutnya, alam telah menempatkan manusia di bawah perintah dua tuan yang berkuasa, yaitu perintah dan sengsara. Utility menurut Bentham adalah prinsip-prinsip yang menyetujui atau menolak setiap tindakan yang tampak memperbesar atau mengurangi kebahagiaan pihak yang kepentingannya terpenagaruh oleh tindakan itu. Menurut Bentham, pembentuk undang-undang yang ingin menjamin kebahagiaan masyarakat harus berjuang untuk mencapai empat tujuan, yaitu subsitensi, kelimpahan, persamaan, dan kemanan bagi warga Negara.
Perkembangan makna Hukum dalam kehidupan bermayarakat
            Menurut Roscoe Pound, gagasan mengenai tujuan Hukum tidak dapat dilepaskan dari gagasan apa sebenarnya makna Hukum tersebut. Roscoe Pound mengemukakan dua belas gagasan mengenai apa yang dimaksud dengan Hukum, yaitu:
1.      Hukum dipandang sebagai aturan atau seperangkat aturan tentang tingkah laku manusia yang ditetapkan oleh kekuasaan yang bersifat ilahi.
2.      Hukum dimaknai sebagai suatu tradisi masa lalu yang terbukti berkenan bagi para dewa sehingga menuntun manusia untuk mengarungi kehidupan dengan selamat. Hukum dipandang sebagai seperangkat aturan moral yang dicatat dan dipelihara.
3.      Hukum dimaknai sebagai catatan kearifan para orang tua yang telah makan banyak garam atau pedoman tingkah laku manusia yang telah ditetapkan secara ilahi.
4.      Hukum dipandang sebagai sistem prinsip-prinsip yang ditemukan secara filsufis dan prinsip-prinsip itu mengungkapkan hakikat hal-hal yang merupakan pedoman bagi tingkah laku manusia.
5.      Gagasan ini merupakan lanjutan dari gagasan keempat. Di tangan para filsuf, prinsip-prinsip itu ditelaah secara cermat, diinterpretasi, dan kemudian digunakan. Hukum diartikan sebagai seperangkat aturan dan pernyataan kode moral yang abadi dan tidak dapat diubah.
6.      Hukum dipandang sebagai seperangkat perjanjian yang dibuat oleh orang-orang dalam suatu masyarakat yang diorganisasi secara politis. Dalam hal ini, Hukum diidentifikasikan sabagi undang-undang  dan dekrit yang diundangkan dalam Negara kota yang ada pada Yunani kuno.
7.      Hukum dipandang sebagai suatu refleksi pikiran ilahi yang menguasai alam semesta.
8.      Hukum dipandangn sebagai serangkaian perintah penguasa dalam suatu masyarakat yang dioraganasi secara politis. Pandangan ini hanya mengakui Hukum positif, yaitu Hukum yang dibuat oleh penguasa.
9.      Hukum dipandang sebagai sistem pedoman yang ditemukan berdasarkan pengalaman manusia dan dengan pedoman tersebut manusia secara individual akan merealisasikan kebebasannya sebanyak mungkin seiring dengan kebebasan yang sama yang dimiliki orang lain.
10.  Hukum dipandang sebagai system prinsip yang ditemukan secara filsufis dan dikembangkan secara rinci melalui tulisan yuristik dan putusan pengadilan. System prinsip tersebut digunakan untuk mengukur kehidupan lahiriah manusia melalui nalar atau menyelaraskan kehendak manusia secara individual dengan kehendak manusia sesamanya.
11.  Hukum dipandangn sebagai suatu sistem aturan yang dipaksakan kepada masyarakat oleh sekelompok kelas yang berkuasa baik secara sengaja atau tidak unutk meneguuhkan kepentingan kelas yang berkuasa tersebut.
12.  Hukum dipandang sebagai suatu gagasan yang ditimbulkan dari prinsip-prinsip ekonomi dan sosial tentang tingkah laku manusia dalam masyarakat, ditemukan berdasarkan observasi, dinyatakan dalam petunjuk-petunjuk yang bekerja melalui pengalaman manusia mengenai apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dalam pelaksanaan keadilan.
Tujuan Hukum dari prespektif ilmu sosial
            Pendekatan dari perspektif ilmu-ilmu sosial mengabaikan aspek eksistensial manusia. Oleh karena itu, dalm perspektif ilmu-ilmu sosial, Hukum hanya ditujukan dalam pemenuhan aspek fisik manusia saja. Tujuan Hukum bukan sedekar berkaitan dengan aspek fisik, melainkan dan lebih-lebih harus mempertimbangkan aspek eksistensial manusia.
Moral sebagai landasan tujuan Hukum
            Manusia memiliki hawa nafsu, selera, keinginan, dan pikiran yang berpadu sedemikian rupa sehingga ia dapat melakukan pemilihan moral dalam membangun perjalanan hidupnya. Moral yang luhur dapat terjadi karena adanya kendali terhadap hawa nafsu melalui pendayagunaan kehendak dan pikiran. Secara alamiah terdapat beberapa moral yang luhur, yaitu keberanian, pengekangan diri, keadilan, dan kehati-hatian ditambah dengan pengetahuan manusia tentang Hukum alam dan Hukum moral.
            Menurut Thomas Aquinas, Hukum terutama berkaitan dengan kewajiban yang diletakkan oleh nalar. Hukum harus berisi aturan yang menggerakkan manusia untuk bertindak benar. Lon L. Fuller mengatakan bahwa masalah moralitas merupakan bagian dari Hukum alam. Hukum dapat menjaga kehidupan bermasyarakat dari gangguan tindakan manusia yang berhati setan. Hukum diciptakan untuk menjaga fungsi eksistensial kehidupan bermasyarakat dari tindakan manusia atau sekelompok manusia lain yang berusaha merusak eksistensi itu. Oleh karena itulah, moral dalam hal ini merupakan sesuatu yang bersifat operasional. Menurut Ronald M. Dworkin, hakim terikat oleh prinsip moral dan harus memutuskan sengketa dengan mengakui hak-hak institusional seseorang, tetapi legislator melakukan tugasnya secara tepat ketika mereka mengimplementasikan kebijakan dari berbagai jenis.
            Prof. Peter tidak sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Dworkin, karena apabila dicermati, menurut Dworkin dasar pemikiran yang melandasi legislator adalah pragmatisme, tidak menyinggung masalah moral. Menurut Prof. Peter, prinsip moral sudah harus diapdopsi pada saat pembuatan undang-undang. Undang-undang harus dapat mencerminkan prinsip moral dalam kerangka fungsi eksternal manusia. Hukum juga tidak dapat memaksa manusia untuk berbuat baik melebihi kapasitasnya sebagai manusia.
Damai sejahtera sebagai tujuan Hukum
            Sejak Thomas Hobbes mengemukakan bahwa tujuan Hukum adalah untuk menciptakan ketertiban sosial, sejak itu pula ketertiban dipandang sebagai sesuatu yang mutlak harus diciptakan oleh Hukum. Pandangan ini tidak tepat karena yang dimaksud dengan keadaan tidak kacau balau sebenarnya bukan tertib (order), tetapi damai sejahtera (peace).
            Dalam keadaan damai sejahtera, terdapat kelimpahan, yang kuat tidak menindas yang lemah, yang berhak benar-benar mendapatkan haknya dan adanya perlindungan Hukum bagi rakyat. Sedangakan situasi tertib mempunyai makna tidak kacau. Situasi ini dapat dicapai meskipun di dalamnya terdapat penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah atau adanya ketidakseimbangan perlindungan. Dalam situasi tertib terdapat kesenjangan, dalam situasi damai sejahtera perbedaan selalu ada tetapi tidak sampai menimbulkan kesenjangan. Dalam situasi tertib, tidak muungkin ada perbedaan pendapat, karena hal itu akan mengganggu ketertiba. Sedangkan dalam situasi damai sejahtera, perbedaan pendapat diarahkan pada pencapaian kualitas kehidupan yang lebih tinggi, bukan dipadamkan. Oleh karena itulah, Hukum harus dapat menciptakan damai sejahtera, bukan ketertiban. Damai sejahtera inilah yang merupakan tujuan Hukum.
            Unutk menciptakan damai sejahtera tersebut, Hukum mempertimbangkan kepentingan-kepentingan secara cermat dan menciptakan keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan itu. Tujuan unutk mencapai damai sejahtera itu dapat terwujud apabila Hukum sebanyak mungkin memberikan pengaturan yang adil, yaitu pengaturan yang di dalamnya terdapat kepentingan-kepentingan yang dilindungi secara seimbang sehingga setiap orang sebanyak mungkin memperoleh apa yang menjadi bagiannya.
            Akan tetapi, keadilan tidak boleh disamakan dengan persamaan, keadilan bukan berarti setiap orang harus mendapatkan jatah yang sama. Thomas Aquinas mengemukakan dua macam keadilan, yaitu:
·         Keadilan Distributif (iutitia distributiva): Keadilan ini merujuk pada adanya persamaan di antara manusia didasarkan atas prinsip proporsionalitas. Untuk melaksanakan keadilan ini, diperlukan adanya pihak yang membagi yang bersifat superordinasi terhadap lebih dari satu orang atau kelompok orang sebagai pihak yang menerima bagian yang sama-sama mempunyai kedudukan yang bersifat subordinasi terhaadap yang membagi. Yang menjadi tolak ukur dalam prinsip proporsionalitas dalam kerangka keadilan distributive adalah jasa, prestasi, kebutuhan, dan fungsi.
·         Keadilan Komutatif (iustitia commutativa): Keadilan ini terdapat pada hubungan yang bersifat koordinatif di antara para pihak. Untuk melihat bekerjanya keadilan ini diperlukan dua pihak yang mempunyai kedudukan sama. Contoh keadilan komutatif yang diberikan oleh Aristoteles adalah antara kerja dan upah dan antara kerugian dang anti rugi.
Keadilan masih bersifat abstrak, oleh karena itulah keadilan harus diwujudkan dalam situasi yang konkret, yaitu dalam alokasi kepentingan-kepentingan warga masyarakat sedemikin rupa melalui kepatutan sehingga kehidupan masyarakat yang harmonis tetap dipertahankan.

Kepastian Hukum
            Kepastian Hukum engandung dua pengertian:
1.      Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan,
2.      Berupa keamanan Hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapt mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh Negara terhadap individu.
Kepastian Hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undnag-undang , melainkan juga adanya konstistentsi dalam putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lain untuk serupa yang telah diputuskan.
Baik di Negara common law maupun civil law, apabila Hukum lebih mengarah pada kepastian Hukum, artinya itu semakin tegar dan tajam peraturan Hukum, semakin terdesaklah keadilan. Akhirnya terjadi summum ius summa iniura yang artinya keadilan tertiggi adalah ketidakadilan tertinggi. Dengan demikian terdapat antinomi antara tuntutan keadilan dan tuntutan kepastian Hukum.

  NB : Cuman iseng ngerangkum buku Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., LL.M.biar dulu gampang memahami. Bekal awal yang sangat bermanfaat!