Minggu, 19 Oktober 2014

(RUU KUHP) Muara Dinamika Hukum Pidana Indonesia dalam Prespektif Tujuan Ilmu Hukum


Kejahatan (crime) merupakan tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Dalam konteks sosial, kejahatan merupakan fenomena sosial yang terjadi pada setiap tempat dan waktu.  Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan bukan saja merupakan masalah bagi suatu masyarakat tertentu yang berskala lokal maupun nasional, tapi juga menjadi masalah yang dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia, pada masa lalu, kini dan di masa mendatang, sehingga dapat dikatakan bahwa kejahatan sebagai a universal phenomenon. Menurut Bonger, arti kejahatan dipandang dari sudut formil (menurut hukum) adalah suatu perbuatan yang oleh masyarakat (dalam hal ini negara) diberi pidana. Selanjutnya ia juga mengatakan bila ditinjau lebih dalam, suatu kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.  Dari pengertian yang dikemukakan Bonger tersebut, ia menyimpulkan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan).

Korupsi, human trafficking (perdagangan manusia), perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang, kejahatan terorganisir, adalah tema-tema yang juga disorot oleh hukum pidana. Namun apakah sorotan,tersebut dilakukan dengan cara yang tepat? Maka pertanyaan pokoknya ialah apakah dengan dan melalui hukum pidana bentuk-bentuk kejahatan di atas dan yang lainnya dapat dikendalikan atau tepatnya diberantas: apakah hukum pidana merupakan sarana paling tepat? Sama pentingnya ialah pertanyaan apakah hukum pidana ketika berhadapan dengan persoalan-persoalan di atas mampu memberikan keadilan? Apakah hukum pidana sudah selaras dengan hak-hak asasi manusia dengan tuntutan Negara Hukum (rule of law)? Apakah peraturan perundangundangan (hukum) pidana terang dan jelas, terutama bagi warga biasa yang diharapkan mematuhi peraturan yang termuat di dalamnya. Hal mana sama pentingnya bagi polisi, kejaksaan dan hakim (pidana) yang harus menerapkan peraturan perundang-undangan. Apakah perundang-undangan yang ada memenuhi prinsip kepastian hukum,dengan asas lex certa?

Menilik dari segi sejarah pada akhir masa pemerintahan Orde Baru memunculkan harapan bahwa Indonesia akan berkembang menjadi negara hukum demokratis yang menghormati dan menjunjung tinggi rule of law. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut telah diambil pelbagai langkah formal, antara lain, menambahkan Bab XA ke dalam konstitusi (UUD 1945) dan menandatangani instrumen hak asasi manusia internasional seperti Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR). Dengan itu semua Indonesia baik secara eksternal maupun internal mengikatkan diri untuk bertindak sejalan dengan (tuntutan) rule of law. Kewajiban serupa juga muncul berkenaan dengan (pengembangan dan penegakan) hukum pidana di Indonesia. Kewajiban yang disebut terakhir mencakup dua hal: pertama kewajiban untuk mengembangkan hukum pidana yang fungsional, dan kedua, kewajiban untuk memberikan jaminan (dan perlindungan) hak (dasar) kepada setiap orang, tanpa kecuali dan tanpa memandang perbedaan-perbedaan di antara mereka. Untuk mengukur dan menguji apakah negara memenuhi syarat-syarat yang dituntut rule of law dipergunakan tolok ukur prosedural, materiil dan institusional (Bedner).

Istilah “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, yaitu menunjukkan sanksi dalam hukum pidana.   Pidana adalah sebuah konsep dalam bidang hukum pidana yang masih perlu penjelasan lebih lanjut untuk dapat memahami arti dan hakekatnya. Menurut Roeslan Saleh “pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu”.   Muladi dan Barda Nawawi: berpendapat bahwa unsur pengertian pidana,meliputi:
a. pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
b. pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);
c. pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.

Dengan demikian pada hakikatnya pidana adalah merupakan perlindungan terhadap masyarakat dan pembalasan terhadap perbuatan melanggar hukum. Disamping itu Roeslan Saleh juga mengemukakan bahwa pidana mengandung hal-hal lain, yaitu bahwa pidana diharapkan sebagai sesuatu yang akan membawa kerukunan dan pidana adalah suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembali dalam masyarakat.Perkembangan teoritis tentang dasar dan tujuan pemidanaan berkembang seiring dengan pemikiran pada masanya. Diawali dengan munculnya teori pembalasan, yang menjadikan kejahatan atau pembalasan sebagai dasar pemidanaan. Kritik atas kelemahan gagasan teori pembalasan kemudian memunculkan teori tujuan, yang menganggap bahwa pidana dijatuhkan dengan tujuan mencegah kejahatan. Demikian halnya dengan teori tujuan juga tidak luput dari kekurangan sehingga mengundang kritik dan memunculkan gagasan teori gabungan dengan berbagai variasin variasinya, yang menggabungkan proposisiproposisi dari kedua teori sebelumnya.

Dinamika teoretik pemidanaan menunjukkan bahwa kebenaran teoripemidanaan relatif, yang akan mampu menjalankan fungsi teorinya sesuai dengan kemunculan gagasan teori tersebut, sehingga akan terus melahirkan bangunan teori baru tentang dasar pemidanaan. Pada saat ini sistem hukum pidana Indonesia ada kecenderungan menganut pada pandangan teori tujuan. Namun dalam kenyataannya banyak menimbulkan persoalan dan perdebatan,sehingga sudah saatnya melakukan refleksi untuk membangun gagasan baru tentang teori hukum pidana Indonesia. Gagasan tujuan pemidanaan sebagaimana dirumuskan dalam RUU KUHP menunjukkan adanya pemikiran baru dalam perkembangan teori pemidanaan yang mempunyai ciri lebih komprehensif dan bernuansa kearifan lokal tentang tujuan pidana.


Daftar Pustaka :

·         Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta.

·         Jurnal Hukum Online Universitas Indonesia, Hukum Pidana Dalam Prespektif

·         Satjipto Rahardjo.1986. Ilmu Hukum . Alumni Bandung.




NB: Ditulis sebagai prasyarat seleksi delegasi ALSA Local Chapter Universitas Airlangga untuk POWB Universitas Diponegoro thn 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar